Selasa, 29 Maret 2016

GATOTKACA TAK HANYA OTOT KAWAT BALUNG WESI

“Raden Arya Gatotkaca, satriya ing Arimbiatmaja. Kacarita, otot kawat balung wesi. Sumsum gegana, dengkul paron, daging kencana, kulit tembaga, pupu mriem, driji gunting, sikut palu. Ora tedhas tapak paluning pande sisaning gurinda. Ngganggo caping basunanda, kotang antakusuma. Yen udan ora kudanan, yen panas ora kepanasen. Bisa mletik tanpa suthang, bisa mabur tanpa elar”
Yuhuu, apakah pernah mendengar atau membaca (kalimat) lirik di atas? Pernah tahu atau barangkali lupa? Hmm, okeh, kalau begitu sambalbawang mau cerita sedikit. Lirik itu adalah semacam "lagu" tentang Gatotkaca.. Sedikit tahu karena pernah diajarin sama bapak guru Bahasa Jawa sewaktu SD.
Terjemahan lirik itu dalam bahasa Indonesia begini : "Raden Arya Gatotkaca, satria dari Arimbiatmaja. Tersebutlah dalam cerita, otot kawat, tulang besi. Sumsum awan, lutut (dari atau seperti) baja penempa besi, daging emas, kulit tembaga, paha meriam, jari tangan gunting, sikut palu (godam). Kebal terhadap semua pukulan, tendangan, dan senjata yang terbuat dari besi/baja. Mengenakan caping basunanda, kostum (penutup tubuh) antakusuma. Jika hujan tidak kehujanan, jika cuaca panas tidak kepanasan. Bisa melesat tanpa kaki, bisa terbang tanpa sayap".
Lirik itu memang bukan lagu dalam arti sebenarnya (dinyanyikan). Namun lebih seperti lirik yang mungkin bisa dilagukan. Intonasinya dibikin bervariasi untuk memberi sejumput "penekanan" pengucapan tentang si Gatotkaca, tokoh wayang yang top dan sakti mandraguna ini.
Banyak yang kenal "tagline" Gatotkaca hanya sebatas "otot kawat balung wesi". Padahal kesaktiannya nggak cuma segitu. Nah yang saya tuliskan adalah semacam versi lengkapnya. Sebelum lupa, sambalbawang mencatumkannya di blog ini. Setuju, kan? ... (oh iya, saya belum menemukan lirik ini diunggah di dunia internet, sampai artikel blog dibikin).
Btw ini nih tampang mas Gatotkaca nan perkasa dalam wujud wayang. makasih yang udah upload gambarnya via internet... Yuk kenalan sama mas Gatot..
 
    Gatotkaca adalah putera kedua dari Wrekudara (Bima), dan ibunya adalah Dewi Arimbi, seorang raksasa di Kerajaan Pringgondani. Ketika lahir, Gatotkaca berwujud raksasa, bernama Putut Tutuka. Dalam bahasa Sansekerta, "Gatotkaca" berarti "mempunyai kepala seperti kendi". Dalam pewayangan Jawa, Gatotkaca digambarkan seperti yang kita lihat dalam pentas maupun wayang. Tapi dalam Mahabarata (India), Gatotkaca digambarkan berkepala plontos. Menengok kanan-kiri di jagat maya, nama Gatotkaca banyak diartikan sebagai rambut gelung (bentuk) bundar. Saat lahir, Gatotkaca diceritakan sudah punya rambut (berbentuk bundar).

    Si bayi juga langsung bikin geger karena tali pusarnya tidak bisa dipotong dengan senjata tajam apapun. Bahkan sampai setahun. Hanya panah Kunta yang bisa memotongnya. Maka, pergilah Arjuna-adik Bima-bertapa untuk mendapat senjata tersebut. Sementara itu, (Adipati) Karna, panglima dari Kerajaan Astina, ternyata juga bertapa, untuk meminta senjata pusaka. 

     Dua keinginan yang berbeda, sebenarnya. Namun, Batara Narada, selaku utusan kahyangan, salah memberikan senjata tersebut ke Karna. Ini karena wajah Arjuna dan Karna, sangat mirip. Arjuna pun bergegas mencari Karna, dan ketemu. Karna tentu saja tidak mau memberikan senjata itu, sehingga mereka bertarung. Arjuna memang tidak bisa merebut senjata tersebut, tapi sarung pusakanya didapat. Pulanglah Arjuna.
    Ternyata sarung senjata yang terbuat dari kayu mastaba itu pun bisa memotong tali pusar Gatotkaca. Bahkan, anehnya, malah masuk ke dalam tubuh Gatotkaca, sehingga kesaktiannya berlipat ganda. Bayi Gatotkaca lantas “dimasak” dan “diisi” dengan aneka macam kasekten (kesaktian). Salah satunya ya otot kawat dan tulang besi itu, hohoho....
    Gatotkaca ternyata juga mendapat beberapa "hadiah" dari para dewa. Yang paling dikenal yaitu “kostum” terbang yang disebut “kotang antakusuma”. Dengan kostum ini, Gatotkaca bisa terbang sangat cepat -- bisa jadi lebih cepat ketimbang Superman, hahaha. Kemudian, “caping basunanda”, agar Gatotkaca tidak kepanasan saat cuaca terik panas, tetapi juga tidak kehujanan tatkala menembus hujan. Dan satu lagi hadiah : sepatu “pada kacarma”, agar aman jika melewati kawasan angker.
   Gatotkaca, yang dirupakan dalam wujud setengah manusia setengah raksasa ini, setelah gede, diangkat sebagai raja di Pringgondani. By the way, Gatotkaca pun menikah, lho, mempersunting Dewi Pregiwa, puteri tercinta Raden Arjuna. Gatotkaca-Pregiwa memiliki anak bernama Sasikirana, yang nantinya menjadi panglima perang di Astinapura. 

   Dalam sejumlah cerita dikisahkan Gatotkaca juga mengalami kisah asmara yang membuatnya kebingungan menahan rindu. Bahkan sampai menabrakkan diri ke gunung-gunung batu, yang tentu saja gunung batu itu yang hancur. Kisah asmara Gatotkaca-Pregiwa terdokumentasikan dalam "Gatotkaca Gandrung", tarian asal Jawa Tengah, yang tingkat kesulitan menarikannya, tinggi.

        Gatotkaca punya sejumlah julukan, antara lain krincing wesi. Dia bisa terbang secepat kilat, setelah sebelumnya menjejak bumi dengan kakinya. Karena itulah, Gatotkaca sering digambarkan berperangnya di angkasa. Dalam wayang kulit, Gatotkaca digambarkan sebagai raksasa, namun dalam perkembangan selanjutnya, Gatotkaca dirupakan dalam wujud ksatria yang gagah, berbadan tegap, dan memiliki kumis "baplang" mirip ayahnya, Bima. 

     Sayang, Gatotkaca disuratkan dalam takdir untuk mati, di usia muda pula, dalam perang Kurukshetra--atau yang dalam pewayangan Jawa disebut perang Bharatayuda. Ini perang antara klan Pandawa melawan klan Kurawa. Gatotkaca, sebagai senopati Pandawa, digambarkan sangat digdaya, memporak-porandakan pasukan Kurawa tanpa ampun. Salah satu perwira Kurawa, Lembusa, diangkatnya tinggi-tinggi ke angkasa, lalu dibanting ke bumi sekeras-kerasnya hingga tubuh Lembusa hancur lebur. 
    Cara berperang Gatotkaca benar-benar menggentarkan pasukan Kurawa. Cepat dan mematikan. Bahkan tak ada satu pun taring para raksasa yang bisa menembus kulit Gatotkaca. Kotang antakusuma yang dikenakan Gatotkaca, memancarkan sinar yang sangat terang, menyilaukan mata musuh-musuhnya. Sedangkan di malam hari, kesaktian Gatotkaca justru semakin meningkat. Benar-benar mimpi buruk bagi Kurawa.
      Sebenarnya menarik kalau lebih banyak literatur menceritakan cara berperang Gatotkaca. Sayangnya belum ketemu. Secuil ceritanya ada jika mundur ke belakang, Gatotkaca pernah diceritakan membunuh Sekipu, patih di Gilingwesi. Sekipu jadi korban gigitan taring Gatotkaca. Memang ada cerita kalau taringnya lantas dihilangkan, dipotong oleh Kresna. Tapi DNA yang separuh raksasa, boleh jadi masih tertanam. 
      Ada cerita juga kalau Gatotkaca punya ajian Brajamusti dan Brajadenta. Mereka sebenarnya paman Gatotkaca, tapi harus (terpaksa) meregang nyawa di tangan Gatotkaca. Keduanya memberontak karena tidak setuju Gatotkaca diangkat jadi raja Pringgodani. Arwah keduanya menyatu ke Gatotkaca, menjadi tambahan kesaktian. Pukulan Gatotkaca diceritakan jadi punya kekuatan sangat keras, dan siapa saja yang digigit Gatotkaca, bakal mati.

      Kembali ke perang besar tadi. Tak ada celah dan cara mengalahkan Gatotkaca. sehingga memaksa Karna harus melepas senjatanya, (panah) Kunta. Sebab, tak ada senjata dari para ksatria Kurawa yang sanggup melukai tubuh Gatotkaca. Sudah tersirat bahwa hanya panah Kunta yang bisa membunuhnya. Senjata panah yang hanya bisa dipakai sekali itu, awalnya untuk membinasakan Arjuna. Namun panah harus segera dilepaskan menuju Gatotkaca sebelum seluruh pasukan Kurawa habis terbantai. 

     Panah itu pun dilepas, dan menembus dada Gatotkaca. Kematian Gatotkaca membuat seluruh pasukan Pandawa menangis, duka tak terkira. Tetapi kemudian mereka mengamuk secara luar biasa di medan perang. Tak terkecuali Bima, ayah Gatotkaca, yang sembari menangis, mengayun-ayunkan gada besarnya dengan kekuatan luar biasa, memporak-porandakan pasukan Kurawa.


  Dan, konon, sebelum mati jatuh (dari angkasa) menghujam bumi, Gatotkaca membesarkan tubuhnya sebesar gunung untuk kemudian menghantam seribu raksasa pasukan Kurawa... Tjakep !    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar