Jumat, 03 Maret 2017

10 BREGADA KERATON YOGYAKARTA YANG KEREN

Sebagaimana sebuah negara yang mempunyai tentara, dulu, setiap kerajaan juga memiliki tentara/prajurit. Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pun demikian. Bregada atau kesatuan prajurit keraton ini, menariknya, ditampilkan dan bisa disaksikan masyarakat saat prosesi Garebeg Syawal, Besar, dan Maulud.

Saat ini terdapat 10 bregada prajurit, yakni Wirabraja, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutro, Surakarsa, Bugis, dan Daeng. Setiap bregada terdiri atas 50-an orang, dan dipimpin seorang perwira. Nah, kesepuluh bregada ini dibawah komando seorang Manggalayudha.

      1. Wirabraja. Bregada ini nampaknya yang paling mudah dikenali. Seragamnya berbentuk sikepan. Kostumya serba merah. Mungkin lantaran warna dan bentuk topinya, bregada ini sering disebut “Lombok Abang”, atau dalam Bahasa Indonesia berarti "cabai merah". Kata “wira”, dalam Bahasa Jawa, berarti berani, sedangkan “braja” bermakna tajam. Senjata bregada ini senapan dan tombak. 
      


    2. Patangpuluh. Seragamnya berbentuk sikepan, bercorak lurik. Tudung kepala songkok warna hitam. Dalam bahasa Jawa, “patangpuluh” berarti angka 40. Latar belakang nama ini-setelah saya cari kemana-mana-merujuk pada penghormatan kepada 40 prajurit keraton yang berani. Senjata bregada ini senapan dan tombak.
3.       

       3. Jagakarya. Seragamnya sikepan, celana lurik. Dalam bahasa Jawa, “Jaga” berarti jaga, sedangkan “karya” adalah tugas. Bregada ini punya tugas yang berkaitan dengan pemerintahan. Senjata bregada ini masih sama, senapan dan tombak.
      
        
   4. Prawiratama. Seragamnya sikepan hitam. Bregada ini menyandang nama Prawiratama karena selalu berhasil saat bertempur. Prawitama bermula dari prajurit Mataram yang membantu Pangeran Mangkubumi melawan kompeni Belanda. Senjata bregada ini senapan.
     

      5.  Ketanggung. Bregada ini punya tugas utama menjaga keamanan di lingkungan keraton. Tetapi juga mengawal raja saat berkunjung ke luar keraron. Seragamnya sikepan corak lurik, mengenakan topi mancungan warna hitam. Senjatanya senapa api dengan pisau bayonet, dan tombak. Istilah “Ketanggung” ini berawal dari “tanggung”, yang artinya kira-kira tugas berat. 
     

      6.  Mantrijero. Bregada ini, dulu, beranggotakan orang-orang yang tugasnya sebagai pemutus perkara (hakim, mungkin), dan mengawal raja saat jumenengan Dalem. Seragam sikepan, bersenjatakan senapan dan tombak.
     

       7.  Nyutro. Ini bregada yang unik, karena pakai sandal, (bregada lain bersepatu) dan kostumnya paling nge-jreng. Nyutro terbagi atas dua kelompok (seragam berbeda). Tugasnya sebagai pengawal di prosesi Garebeg. Dari semua bregada, gerak prajurit Nyutro ini paling “menari”. Nyutro bukan prajurit perang, tapi tetap saja prajurit yang bisa perang. Senjata mereka tombak, senapan, panah.
      


      8.  Surakarsa. Bregada yang berbaris di belakang gunungan ini memang bertugas mengawal gunungan. Dahulu kala, bregada Surakarsa bertugas mengawal putera mahkota.Seragamnya sikepan warna dominan putih, dan bersenjatakan tombak.
     
       

      9.  Bugis. Bregada ini dulunya adalah prajurit pilihan asal Sulawesi Selatan, dan bertugas mengawal gunungan saat Garebeg. Bersenjatakan tombak. Bregada ini tampil unik, terutama topinya. Kostumnya juga unik, serba hitam
     

       10.   Daeng (atau Dhaheng/Daheng). Sama seperti Bregada Bugis, bregada ini juga asalnya dari Sulawesi Selatan. Seragamnya gampang dikenali: Bajun-celana (panjang) warna putih. Topinya dihiasi bulu (ayam) di atasnya. Senjatanya senapan dan tombak.
      


      Terkait kelahiran dan kiprah mereka, ceita dan sejarah terentang panjang. Kita harus mengawalinya dari Perjanjian Giyanti tahun 1755. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat-yang terbentuk sebagai hasil perjanjian itu, merasa perlu memiliki prajurit. Sang Raja, Sultan Hamengku Buwono I lalu membentuk pasukan, berbasis pasukan pendukungnya.
      
      Kehebatan pasukan kraton ini terekam dalam pertempuran “Geger Sepoy” tahun 1812. Sengitnya pertempuran itu dicatat serdadu Inggris Kapten William Thorn. Dalam pertempuran selama dua hari itu, 1.000 serdadu Inggris ditambah 500 prajurit Legiun Prangwedono asal Surakarta mengepung keraton, berhadapan dengan 17.000 prajurit keraton.

      Perang berakhir dengan kekalahan di pihak keraton, dan Sultan HB II (Sultan Sepuh) diasingkan ke Penang. Ujung-ujungnya keraton tidak dibolehkan lagi punya pasukan bersenjata dan jumlahnya pun dibatasi. Saat Jepang berkuasa, Sultan HB IX membubarkan semua pasukan ini, demi menghindarkan mereka agar tidak dimanfaatkan Jepang yang tengah perang di Asia. 

      Awal 1970 pasukan-pasukan ini diaktifkan lagi, tapi tugasnya hanya pengiring prosesi upacara keraton. Perlu digarisbawahi, selain 10 bregada ini, keraton juga punya sejumlah bregada lain. Oh ya, ada hal unik lain. Nama 10 bregada ini juga menjadi nama-nama kampung di Yogyakarta, sesuai markas mareka.

      Menyoal mengapa sampai ada dua bregada asal Sulsel (Makasar), ada ceritanya. Dulunya, Belanda lah yang mendatangkan pasukan elit ini untuk mendukung pasukan Raden Mas Said (menantu Sultan HB I) , dalam kaitan mengatasi Mataram. Raden Mas Said menceraikan istrinya, dan untuk menghormati, diantarlah oleh prajurit Daeng. Karena disambut baik, prajurit Daeng terkesan, tidak mau balik ke Surakarta, dan mengabdi ke Sultan HB I.

      Sementara bregada Bugis, dulunya prajurit yang merupakan orang Bugis. Melihat beberapa referensi, prajurit ini disebutkan sebagai pengawal pepatih Dalem, di era sebelum Sultan HB I. Di masa Sultan HB I, kesatuan ini ditarik masuk.Bugis dan Dareng termasuk pasukan elit.

      Sewaktu kecil sambalwang rutin menyaksikan para bregada ini melakukan defile. Ikut bangga dan sempat berpikiran kalau mereka ini, dulunya ikut mengusir Belanda. Menyerbu benteng-benteng Belanda, dengan nuansa penuh tombak, dan desing peluru. Derap langkah dan musiknya sanggup melenakan dan bikin kangen. Sambalbawang selalu berupaya menerobos kerumunan untuk melihat mereka berbaris sembari diiringi musik kebesaran masing-masing.
      
      Saat yang paling dinanti adalah ketika senapan-senapan dinyalakan. Suaranya menggelegar. Lalu bergegas mengambil proyektil pelurunya yang terserak di rerumputan Alun-alun Utara. Lalu tentu saja rebutan gunungan. Meski seringnya ya hanya nunggu hasil akhir. Habis takut rebutan, kan dulu masih kecil. Habis nonton, pulang ke rumah. Puas. Mantap.

     NB : foto-foto bregada di atas ini, sambalbawang cari di internet. Makasih untuk yang sudah meng-upload foto-foto itu.

BACA JUGA   :
HANACARAKA, AKSARA JAWA YANG INDAH
YEN ING TAWANG ANA LINTANG
BASA WALIKAN
ANGKRINGAN LAHIR DI KLATEN NGETOP DI JOGJA (TULISAN 2)
SARADAN
"MAMA" by PAULINA, PROYEK LAGU PERTAMA
24 FINALIS DUTA WISATA BALIKPAPAN 2017 PAKAI BAJU SAMANTHA
ABBA TALENTA TERBAIK MUSIK SWEDIA
KONSER REUNI ABBA DALAM BENTUK HOLOGRAM ?
GATOTKACA TAK HANYA OTOT KAWAT BALUNG WESI
TEH NASGITEL-PET
ANGKRINGAN OH ANGKRINGAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar