Rabu, 01 April 2015

TENTANG HONDA (1) DARI PISPOT SAMPAI PITUNG

Ngobrolin motor bebek, tak bisa lepas dari kiprah Honda. Pabrikan berlogo sayap mengepak, memang paling sip mengeluarkan deretan bebek-bebek legendarisnya dan merajai jalanan Tanah Air dalam kurun waktu hampir setengah abad. Apa ya varian bebek pertama Honda itu? Sambalbawang penasaran.

Ternyata Honda Passport, alias Honda Pispot, yang tayang perdana di penghujung tahun 50-an lalu. Tepatnya tahun 1958. Sang Pispot ini, entah mengapa, kerap dipanggil Honda "Unyil". Pispot berbadan mungil, ramping, dan secara kapasitas mesin, doi dikategorikan keluarga besar Honda C50.  

Setelah meluncur kesana-kemari, akhirnya nemu juga penampakan si Unyil. Makasih banget sama yang mempostingnya di internet. Begini nih, tampang Unyil.



Pispot bukan termasuk keluarga pitung alias C70--varian paling legendaris dari jajaran bebek lawasan Honda. Ukuran tubuh, selisih dikit. C70 tidak seperti para "adiknya", alias Si Pitung itu, yang diproduksi lebih massal.

Cerita kita diawali dari Pispot. Varian ini akhirnya disapa "Pispot" agar.... memundahkan pelafalan Passport. Ah, sesimpel itu ternyata. Tapi boleh juga, sah-sah saja julukan yang disematkan para bikers era itu. Tapi, tunggu dulu. Kalau nama “Unyil”, latar belakangnya apa? Sambalbawang belum mendapat jawabannya, nih.

Tapi barangkali karena tampilannya yang mungil, mirip Unyil, tokoh utama di serial anak-anak Si Unyil, yang merajai TVRI di era 70-an. Sebutan Unyil muncul belakangan, karena orang lebih dulu menyebut C50 sebagai Pispot. 

Unyil a.k.a Pispot dibikin pertama kali tahun 1958. Bodi dan mesinnya diracik di negeri pembuatnya. Merentang ke belakang, tahun 1958 adalah 13 tahun setelah Kota Hiroshima dan Nagasaki di bom atom oleh Amrik. Peristiwa itu menyegel akhir Perang Dunia II, dan membuat nyaris semua industri di Jepang, rontok. 

Namun Jepang cepat bangun dan menyadari bahwa industri otomotifnya--selain elektronik--harus mengejar pertumbuhan ekonomi di barisan depan. Harus ekspansi ke mana-mana. Pengalaman menjajah, ahahaha, nampaknya memberi gambaran bagi para insinyur Jepang bahwa berjualan motor adalah yang paling menguntungkan.  Dan, cepat. Apalagi, Jepang sudah berpengalaman soal permesinan. 

Ingat pesawat Mitshubishi Zero, yang performanya sempat bikin Amrik ketar-ketir di awal Perang Dunia II? Kawasaki sudah duluan ngetop sebagai pembuat mesin kapal, jauh sebelum perang dimulai. Artinya, kalau membikin motor, akan lebih mudah, berbiaya jauh lebih murah, dan tinggi peluang pemasarannya. 

Hm... tapi mari sejenak kita lihat “peta” otomotif dan sejumput suasana di era akhir 1950 itu. Kebutuhan penduduk bumi akan transportasi, telah terbaca, dan semakin kencang. Di sisi lain, sepeda--yang sampai tahun 1950 jadi favorit--mulai dianggap kurang cepat. Ketika jalanan mulai banyak diperhalus (diaspal), kebutuhan akan sepeda motor, mulai menyusul kebutuhan akan mobil.

Sebelum tahun 1960-an adalah era motor gede--meskipun ada juga yang bukan moge lantaran bermesin 125 CC. Namun saat itu, sepertinya, belum muncul motor wek-wek berkubikasi di bawah 100 CC. Belum dianggap perlu, barangkali. Motor-motor yang oke saat itu, menurut ayahanda sambalbawang, masih diasumsikan motor yang gede karena lebih stabil dan mantap melahap jalanan. 

Karena itu pula, Honda, menurut sambalbawang, melakuan riset panjang dan hati-hati kala mengeluarkan si Pispot dari kurungan, eh, pabrik, tahun 1958 silam. Produksi Pispot jelas dibikin minim. Honda tahu, “pertempuran pertama” di ranah "perbebekan motor" boleh jadi penentu “hasil akhir” kemudian hari.

Sebelum Pispot nongol, orang Indonesia sudah mengenal motor kecil. Istilahnya moped, motor ber-CC kecil (kalau tidak salah sekitar 50 CC). Dua moped yang kesohor waktu itu adalah DKW Hummel dan Zundapp. Keduanya keluaran Eropa. Kecil bodinya, irit bahan bakar, ada lampunya, dan bisa boncengan. Kalau hendak distarter, tinggal pancal pedal. Kalau bensinnya habis, pedalnya tinggal dikayuh.

Moped-moped sempat ngetren. Namun, lama-lama dianggap tidak nyaman. Menurut cerita ayahanda sambalbawang, suku cadang moped juga terbilang mahal. Jauh lebih mahal ketimbang sparepart Vespa yang juga keluaran Eropa. Dan, dari sinilah Honda nampaknya mengambil manfaat berdasarkan pengalaman dan kekurangan moped. Satu kesimpulannya: motor idaman orang Indonesia hingga di era 1960 adalah motor yang irit bensin, bodi tak terlalu gambot, muat dua orang, cukup kuat di tanjakan, mesinnya tidak suka rewel, dan enak dikendarai.

Honda juga tahu, mereka bisa meraih perhatian dengan menyelaraskan pengalaman, ilmu, teknologi, strategi, dan instuisi. Maka jadilah si Pispot tadi. Mesinnya dibikin juga berkubikasi 50 CC, yang pastinya membuat bimbang para penggemar moped. Ditambah lagi, tampilan Pispot dibikin rada mirip moped. Belum lagi harga. Ayahanda bilang harga moped jauh lebih mahal ketimbang Pispot.

Coba sejenak melihat si Unyil periode awal yang lampu depannya nampak “melorot”, tampilannya kan seperti moped. Tapi, perbedaan Pispot dan moped, tentu saja ada dan banyak. Pispot ogah mewarisi “pedal sepeda” ala moped sebagai pengungkit start. Pispot sudah dilengkapi lampu sein, yang itu belum dipunyai personel keluarga moped. 

Tentang lampu sein tersebut, boleh jadi merupakan satu kisah unik. Inilah salah satu gebrakan Honda yang "mengguncang". Lha wong Vespa--yang mulai laris di pertengahan tahun 1960--baru menyadari perlunya pakai lampu sein (juga spion) di era 80-an ketika memunculkan varian Exclusive. Berarti Honda selangkah di depan dong? Akur? 

Karena dulu belum ada diler Honda di Tanah Air, konon, Unyil dibawa oleh mereka yang pernah ke Jepang. Mungkin oleh pedagang yang visioner, hehe. Ada pula yang menyebut, para pelaut-lah yang memboyong. Namun entah, jua, siapa yang bener. Yang jelas, Unyil sukses besar. Jepang mulai serius menggarap pasar Indonesia. Di era itu, infrastruktur jalan mulai diperhatikan. Jepang pasti dalam keyakinan tinggi, karena sebelumnya pasar cukup merespons sepeda-sepeda bikinannya.

Begitu muncul, Pispot segera jadi fenomena baru di belantikan permotoran. Tapi, usut punya usut, ternyata di era ini, sepeda motor tidak (atau belum) mengenal nomer rangka. Waduh, ngeri-ngeri sedap juga ya, karena motor rentan “dipinjem” maling walaupun dulu belum zaman begal motor.

Menyoal tampang Pispot alias Unyil, meski jadul, sebetulnya cukup oke. Lampu nggantung seakan melorot di bawah setang, menyematkan kesan modern saat itu. Tapi yang bikin sambalbawang terkekeh adalah letak rumah kunci starter (kontak) yang nempel di samping (bawah) jok. Tidak habis mikir mengapa si desainer meletakkannya di sana. Hahaha.

Si Unyil-Pispot, joknya terpisah, depan dan belakang. Enggak tahu juga kenapa, tapi sambalbawang cukup yakin itu juga sedikit banyak sebagai imbas para kompetitor, entah Vespa maupun motor-motor lain. Oya, si Pispot ini, belum mengadopsi starter electric alias masih berkonsep engkol by kaki.

Usai Pispot diluncurkan, Honda tak berpuas diri. Honda lalu mengeluarkan C70 yang belakangan akrab dipanggil Pitung, kalau tidak salah tahun 1972-1973. Mudah ditebak, Pitung adalah penyempurnaan yang sempurna dari varian Unyil (Pispot). Secara tampang, fitur, dan lain-lain, Pitung sudah cukup komplet.


Keseriusan negeri sakura dan respon publik berujung pada berdirinya PT Federal Motor tahun 1971, sekaligus menandai era perakitan motor-motor Honda di Indonesia. Bahan-bahan materialnya memang masih diimpor. Saat itu pasti harganya muaahal sekaleee, dan hanya orang (cukup) kaya yang sanggup menebus dan “memelihara” Pispot.


Menyoal nama, Pitung mengacu pada era tahun keluarnya varian itu: pitungpuluh. Ini seturut pula kapasitas dapur pacunya, yang dipatok pada 72 CC. Motor ini "meledak" di pasaran. Honda Pitung yang laris manis ini punya julukan lain, lho, yakni “Astuti”. Embuh gimana jalan ceritanya kok bisa demikian, tapi kita amini saja.

Pitung mengawali keran masuknya pitung-pitung berikutnya dan sepertinya menjadi tonggak meloncatnya desain-desain motor yang semakin memungil. Imbas lain, sang kompetitor, terbangun. Yamaha, misalnya, segera melansir dan mengekspor Yamaha 2 tak generasi awal (V75)--yang akrab disapa sebagai Yamaha Robot. Suzuki juga demikian, langsung ikut berjibaku menghunus "katana” dengan varian andalannya FR78.  

Suzuki dan Yamaha memilih segmen mesin dua tak. Alhasil, hanya Honda yang sendirian menggarap mesin empat tak (langkah). Honda bisa dibilang tidak mendapat tantangan berarti di ranah yang sama. Kompetitor lain, Vespa, juga terus bermain di ranah dua tak, seturut DNA-nya.

Saat itu, motor mesin dua tak lebih dianggap bertenaga, kuat di tanjakan, dan simpel ketimbang empat tak.  Namun sebelum pabrikan lain mengambil alih posisi, Honda dengan cerdik meluncurkan varian C70 a.k.a Pitung tersebut. Tonggak kedigdayaan Honda pun, dimulai. Kelak, Kawasaki yang paling duluan mengejar Honda untuk membuat bebek empat tak pertamanya--dengan varian Binter Joy.

Oke, kembali ke Pitung. Tampilannya memang keren bin cakep. Stang lengan kecil tetap dipertahankan. Posisi lampu depan dinaikkan, jadi seakan bertetangga kanan-kiri sama lampu sein yang nonjol keluar dari tangan setang. Dua fairing menjadi sayapnya.

Dari sisi tampang keseluruhan, Pitung masih rada mirip Unyil kecuali beberapa bagian, seperti di lampu depan. Knalpot, suspensi, model rangka, lengkungan, sapit urang, hingga lengan ayun si Pitung, masih Unyil banget. Bodi Pitung hanya mengenal dua warna nampaknya, yakni merah sama hijau. 

Beberapa menit berselancar di dunia mbah Google, akhirnya nemu bentuk C70 yang bikin pecinta motor klasik bakal gelisah ingin memiliknya. Gini nih, C70 yang kesohor :


Era pitung sepertinya langsung menyetop era motor gede (moge). Moge dianggap sebagai motor yang kurang praktis dari segi apapun. Hehe, ya iya, lah. Lalu, dari hasil tanya sana-tanya sini, sambalbawang mendapat kesimpulan: Pitung terbayak adalah produksi tahun 1973-1979. Menariknya lagi, efek Honda bebek awal ini bikin Vespa ikut tancap gas.

Coba sejenak kita balik ke Pispot. Motor ini muncul tahun 1958, saat Vespa masih adem-ayem dengan variannya yang lahir di era tahun 1953-1957 dengan ciri khas lampu nangkring di spakbor depan, dan mengusung mesin berkubikasi 150 CC. Vespa pun masih anteng di awal kemunculan Pispot. 

Tetapi, pabrikan Italia itu menyadari masifnya Honda. Vespa tersentak, dan segera mencetak skuter bermesin kecil. Lahirlah skuter yang bermesin 90 CC di tahun 1970-1971. Cukup mengejutkan bagi para skuteris saat itu, lantaran varian sebelumnya bermesin gambot 150 CC. 

Namun kemunculan Vespa yang bodinya pun mungil ini cukup sukes menjaga keloyalan penggemar Vespa untuk tidak berpindah ke lain hati. Mencomot cerita ayahanda, skuter kecil ini banyak dipakai remaja cewek saat itu. Namun skuter kecil ini memang bukan untuk menghadang Pitung, karena berbeda "genre".

Meski demikian, Vespa terus menggelontorkan deretan variannya seperti Super dan Sprint, direntang kelahiran Pitung. Semakin mulai membaca peluang pasar, Honda pun membikin Pitung secara massal. Sama-sama massal karena Vespa Super dan Sprint juga dibikin secara massal.

Vespa dan Honda sama-sama berjaya di era itu. Namun melihat perbedaan tipikal mesin, persebaran dua motor ini awalnya tersegmentasi. Sambalbawang amati, Vespa yang bermesin 2 tak, menawarkan torsi tenaga melimpah, sehingga "merajai" perbukitan dan pegunungan. Sedangkan Pispot hingga Pitung yang menggembol mesin 4 tak, banyak "dipelihara" di perkotaan dan pedesaan yang topografinya relatif enggak berbukit.

Beruntung dan jelinya Honda, Pitung memang penyempurnaan Unyil. Performa dan wajah Pitung secara sepintas pun, lebih asyik ketimbang pendahulunya. Lebih good looking--lah. Di Pitung, posisi lampu dinaikkan, sehingga lampunya seperti "bertetangga" kanan-kiri sama lampu sein yang nonjol keluar dari tangan setang.

Sedangkan secara wujud, Pitung masih rada mirip sama Unyil. Dari bodi sampai bentuk knalpot, dan suspensi yang masih mengusung tipe lengan ayun. Tebeng plastik kanan-kiri, dan bagian tengah masih menyatu. Tuas chooke menempel di kepala setang, persis di depan mata pengendara. Unyu..dah..

Beranjak ke bagian panel indikator, petunjuk posisi gigi percepatan hanya ada satu lampu, yakni netral. Lampunya berwarna hijau. Hahaha. Rentang kecepatan juga berhenti di angka 100. Oya ada juga panel odometer. Konon kecepataan maksimal Pitung hanya sampai 80 km per jam. Tapi untuk ukuran dulu, sudah lumayan banget. Satu lagi yang menarik, ruang untuk saringan karburator di Pitung, berbentuk mirip lambung manusia.

Di era akhir Pitung, kalau tidak salah tahun 1977, mulai dikenalkan varian yang telah membawa piranti stater elektrik. Ini (kalau tidak salah) era pertama motor bebek yang memakai starter elektrik. Catet, 'Ndan. Jadi penasaran lihat gimana wujud aki (accu), yang ternyata hanya terdiri atas tiga bilik sel ini. Mungilnyaaaaa.

Pitung diproduksi cukup lama, sekitar 13-14 tahun. Beberapa penyegaran, pun, juga dilakukan. Sebagai catatan lagi, selama periode Unyil-Pitung itu, varian Honda juga dikenal sebagai varian "Super Cub", yang secara garis besar, terbagi atas tiga generasi. Generasi pertama, kedua, dan ketiga.

Untuk memberi tempat bagi varian-varian lain, Honda akhirnya menghentikan edisi terakhir Pitung pada tahun 1981, dan meluncurkan Astrea 700. Seperti apa sih fenomena dan wujud Astrea 700? Sabar ya, tunggu tulisan sambalbawang selanjutnya. Ada kok di blog ini. Salam hore.



SUPRA GTR 150 SI BEBEK (RASA) SPORT
Lebih Baik Naik Vespa
NASIBMU SUZUKI
SUZUKI NEX LINCAH IRIT KALEM
MOTOR-MOTOR OKE YANG JEBLOK DI PASARAN
FORD LASER SONIC - BALADA FORDI (2)
7 MOTOR BEBEK TERBAIK SEPANJANG MASA


*semua foto diambil dari sumber internet

7 komentar:

  1. Aku punya pispot thn 1971 tapi udah starter gan

    BalasHapus
  2. Cara mengenali c70 pispot dr stnk ato bpkb gmn....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mestinya plg mudah sih ya mencocokkan STNK dgn nomer rangka...

      Hapus
  3. Nyari yang motor antik tempatny dmn ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Paling nyaman sih, sebenarnya mtor yg dipegang sama pehobi.. Krn biasanya merawat , kondisi ya siap gas.

      Hapus