Sabtu, 27 Mei 2017

ZUNDAPP, LAMBRETTA, JAWA, DAN CB200, NONGOL DI PAMERAN MACI BALIKPAPAN

                     lambretta, zundapp, jawa

Yang namanya motor klasik, memang selalu menggoda. Lupakan dahulu soal resiko macet dan tipisnya sandal gegara kebanyakan mancal kickstarter. Lupakan ribetnya tidak ada lampu sein dan spion. Nikmati saja lekuk bodi motor lawasan ini. Elus-elus batok lampunya, dan ketak-ketuk sekujur badannya. Bayangkan betapa motor ini pernah ada, pernah jadi idola, dan masih cukup utuh sampai sekarang.

Itu tidak mudah, mengingat tahun 1970-1990an agaknya menjadi rentang waktu mereka, para jawara tua ini, seakan menghilang setelah meraja 30-an tahun. Dalam arti ada yang memang raib dijual, maupun teronggok di sudut garasi dengan kondisi termakan karat akibat tidak terawat. Seiring sang pemilik yang mulai senja, juga keengganan penghuni rumah untuk mengganti posisinya sebagai perawat motor tua. Begitulah, kira-kira. 

Sehingga ketika masih ada motor-motor klasik yang bisa kita lihat, itu jelas sejumput anugerah. Dalam kondisi hasil restorasi, cukup ori, maupun masih menyerupai kondisi naturalnya, tetap masih bisa menghadirkan sensasi yang sulit dilukiskan kata. Apalagi bagi mereka yang pernah punya kenangan.

Pekan lalu, 25 motor klasik terpampang di salah satu sudut teras mal Balikpapan Plaza. Plus satu mobil VW kodok. Berjejer rapi, bersih, kondisi cukup mulus, dan semuanya hidup, pertanda dirawat dan cukup rutin dipakai. Perayaan Hari Jadi ke 15 Tahun Dark Angel, Motor Antique Club Indonesia (MACI) Balikpapan, begitu judul pamerannya.

Ada Harley Davidson WLA tahun 1941 yang bermesin 750 cc dan termasuk moge langka. Ada BSA M21 dua biji, berkubikasi 650 CC dan 500 CC. Kawasaki KZ200 dan Matchless G3/L tahun 1954 juga ada. Honda CB200 tahun 1974 yang sudah dua silinder dan dua knalpot, ada. Jawa, Lambretta dan Zundapp Combinette tahun 1962, ikut dipajang. Ada pula Kawasaki KZ100P yang dikenal sebagai motor polisi, buatan tahun 1982. Ikut nemenin mereka, AJS lansiran 1954, dan beberapa lainnya. 

Sambalbawang tidak hendak mengorek bagaimana detil performa motor-motor bangkotan ini. Selain bukan pakar, juga tidak paham. Hehe. Hanya bisa nyempil-nyempil coba menganalisis, atau tepatnya komentar-komentar dikit seiring suara hati. Dari beberapa motor, ada yang terkesan, beberapa.

Yang pertama adalah Lambretta. Mungkin masih banyak yang mengira motor ini adalah Vespa, karena bentuknya rada mirip. Padahal beda. Meski sama-sama termasuk tipe skuter dan dari Italia, tapi Vespa dan Lambretta adalah dua merek berbeda. Kadar bedanya, ya cukup jauh, kalau mau dicari-cari. 

Lambretta terinspirasi dari "Lambrate" yang merupakan nama sebuah kawasan di Milan, Italia. Skuter pertama Lambretta keluar tahun 1947, selang setahun setelah Piaggio merilis Vespa. Melihat bentuknya, Lambretta yang rada rampingan dikit ketimbang Vespa-dalam periode yang sama-menggambarkan konsumennya memang menyasar juga ke kaum hawa.

Lambretta, meski berekspansi ke sejumlah negara, tidak banyak diproduksi. Sedikit pula yang sampai ke Indonesia. Sedangkan keluarga skuter, dosisnya, eh, jumlahnya melimpah. Keroyokan, pula, hehe. Namun, by the way, Lambretta pernah dijadikan moda transportasi helicak. Lumayan seru, kan. Tak heran Lambretta masuk radar incaran kolektor.

Jawa, ini motor antik yang mungkin bikin kita rada bingung. Ya karena nama "Jawa" itu. Sebenarnya nama Jawa ini tidak ada sangkut pautnya dengan Jawa (pulau Jawa, orang Jawa). Lha wong ini motor asal Cekoslowakia (yang sekarang bernama Republik Ceko). Jawa diambil dari dua nama pendirinya, Frantisek Janesek dan Wanderer. Nah. Wanderer sendiri adalah pabrikan otomotif asal Jerman. Karena terpuruk, diakuisisi sama Janesek. 

Jawa adalah produk yang cukup sukses, dan barangkali satu-satunya produk motor Ceko paling terkenal. Sejauh sambalbawang lihat, Jawa di Indonesia mengusung mesin 250 CC meski kabarnya ada yang bermesin 500 CC. Ini termasuk kategori motor yang powernya cukup melimpah. 

Keistimewaan si-Jawa ini, dari beberapa orang yang pernah sambalbawang tanya, yakni, mesinnya simpel. Karena bertipe dua tak, bengkel bisa lebih mudah ngakali jika mesin si Jawa ini lagi suka rewel. Jawa, agaknya sedikit menampakkan anomali pada “keluarga moge” yang mengagungkan mesin empat tak. 

Secara tampang, Jawa sejatinya tidak terlalu good looking. Salah satunya karena terlalu “penuh di bagian belakang” jika motor dipelototin dari samping. Barangkali karena itu pula, harga Jawa keluaran tahun 50-60an ini paling terjangkau di antara deretan motor lawasan ber-CC besar. Tapi jangan salah, banyak juga yang mengidolakan Jawa, salah satunya saya. Hehe.

                          HD 421 WLA dan KZ100P

Berikutnya adalah Zundap Combinette. Ini motor bermesin 50 CC buatan Jerman. Tidak ada footstep, melainkan sepasang pedal sepeda yang berfungsi sebagai kick starter, dan sekaligus tumpuan dua kaki. Jika habis bensin, tenang, masih bisa digenjot. Asyik, memang. Tapi ngomong-ngomong mesin segitu gimana powernya ya kala melahap tanjakan. Balikpapan kan 70 persen wilayahnya berupa perbukitan yang elevasinya cukup "bengis".

Tentang itu mas Heri, pengurus MACI Balikpapan yang lagi jaga di pameran, dan sekaligus si empunya Zundapp, punya jawaban simpel. “Ancang-ancang dari jauh. Lebih enak jalan-jalan bawa motor ini di malam hari,”. Tanya lagi, “Kalau boncengan gimana”. Jawabnya, ”Bisa, tapi jalannya datar”. Ah, mengharukan. Betapa....

Zundapp kependekan dari nama "ZUNder und APParatebru GmbH", yang awalnya dikenal sebagai produsen detonator (peledak). Zundapp didirikan Fritz Neumeyer dan Friedrich Krupp di awal 1900-an. Awalnya, Zundapp bikin motor ber-CC gede, bahkan ada yang 500-an CC. Namun belakangan (menuju tahun 1960), motornya makin kecil. Dari berbagai sumber menyebut, Zundapp yang awalnya punya nama besar ini, akhirnya bangkrut di tahun 1980-an.

Wokeh, kita lanjut menuju Honda CB200, yang dipameran ini tampil dua unit. CB200 adalah kakek buyutnya Tiger yang selisih rentang keluarnya hampir 20-an tahun. CB200 hadir di tengah-tengah masa produksi para bebek pitung Honda yang lagi gencar merangsek pasar Asia. CB200 dibekali banyak amunisi, seperti dobel knalpot, dobel silinder, rem cakram di roda depan, dan tongkrongan yang keren. Kombinasi ini memang materi jualan yang ciamik bagi Honda. CB200 hadir 3-4 tahun pasca-Honda mulai mengenalkan keluarga CB di tahun 1970 yang diawali varian CB100.

Menarik juga melihat CB200 ini berani dikeluarkan pabrikan sayap mengepak. Era tahun segitu, motor antik sebenarnya sudah meredup. Satu-satunya pemain Eropa yang tersisa hanya Vespa. Mungkin ini juga untuk mengimbangi laju Vespa mengingat Vespa yang paling sukses merebut pasar di Indonesia. 

Perlu dicatat, produk Vespa saat itu memang oke punya. Salah satunya varian Sprint. Satu Indonesia kan tahu, gimana beringasnya Sprint (pada saat itu). Di sisi lain, seiring masuknya CB200, sambalbawang lihat, juga seakan sebagai pengantar fenomena “mengecilnya” kapasitas mesin-mesin motor cowok besutan Honda. Terbukti pasca CB200 keluar, motor laki Honda (yang dijual komersil), kubikasi mesinnya tidak ada yang melebihi 200 CC. Barulah Tiger di awal 1990 yang menggendong mesin 200 CC.

Motor lain, BSA, ini buatan Inggris, kepanjangan dari Birmingham Small Arm. BSA termasuk motor koleksi yang top. Tapi sudah tahu belum kalau BSA, selain merek motor klasik, juga merek sepeda onthel. Era perang dunia melambungkan nama BSA (motor), dan BSA disebut-sebut (pernah) menyandang status sebagai pabrikan motor terbesar di dunia. Sepeda onthel BSA-nya pun dikenal sebagai sepeda untuk kepentingan militer. Varian sepeda BSA ada yang lipat, di era tahun 1940-an. Kebayang nggak tuh sepeda pasti pernah ikut terjun payung bareng prajurit.


Kalau yang Harley Davidson (HD) sepertinya sudah banyak yang tahu moge legendaris ini. Cukuplah disebut bahwa HD WLA di pameran ini termasuk masterpiece. Nah dari sekian motor lawasan ini, mana yang pernah sambalbawang kendarai? Tidak ada, sih. Hehe. Bonceng motor antik sih pernah, tapi lupa yang apa. Cuma sekali pula, jadi langsung lupa. Apalagi dulu masih remaja dan belum ngeh soal motor, maklum karena masih mancal sepeda.

Tapi sebagai catatan, sambalbawang pernah nyemplak satu motor klasik, yakni DKW Ifa, sekian tahun silam, di Yogyakarta. Pinjem sejenak dari salah satu bengkel, lantaran penasaran lihat motor itu dipasangi papan bertuliskan dijual. Motor bermesin dua tak 125 CC ini cukup kecil dan lumayan nyam-nyam. Sayangnya tidak kebeli karena ada kebutuhan lain yang lebih mendesak. Begitulah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar